Title: This Marriage is Painful
Genre: Romance, Hurt
Length: Oneshot
Cast : Lee Yeon Woo (OC), Kim Jong Woon, Lee Donghae
Story begin__
'Aku sadar, aku bukanlah siapa-siapamu yang harus kau buat
bahagia, kau berikan senyummu. Bahkan aku bukanlah seseorang yang pantas untuk
bersanding dialtar denganmu. Aku sadar betul itu. Tapi bukankah aku juga
manusia yang layak untuk mendapatkan cinta yang sama, seperti yang kau berikan
padanya? Tak bisakah kau membuka hatimu dan memberikan sedikit perhatianmu
padaku? Walaupun kau tak menganggapku sebagai istrimu, setidaknya tak bisakah
kau menghargaiku sebagai seorang wanita yang hidup bersamamu?'
'Jika aku boleh memilih antara aku yang bahagia atau aku
yang tersakiti seperti sekarang. Aku lebih memilih kebahagiaanmu.
Karena itu yang terpenting untukku dibandingkan dengan kebahagiaanku yang hanya
membuatmu sakit. Tidak peduli siapapun orang yang membuatmu bahagia, jika kau
bahagia maka aku akan tetap bahagia untukmu. Tidak peduli seberapa banyak air
mata yang akan terkuras habis, aku akan tetap bahagia jika kau bahagia.'
'Tuhan yang telah menulis takdir cintaku, biarlah Tuhan juga
yang menentukan bagaimana akhir cintaku nanti. Soal menyedihkan atau
menyenangkan akhirnya, itu semua masa bodoh! Aku tidak peduli. Yang terpenting,
aku mencintaimu dan akan selalu mencintaimu. Walau kau tak pernah mencintaiku,
aku akan tetap mencintaimu sampai batas kemampuanku, sampai jantung ini tak
sanggup lagi berdetak dan merasakan getaran hebat seperti ketika awal aku
melihatmu dan sampai saat itu aku tak akan pernah mengharap balasanmu. Karena
cintaku itu, tak membutuhkan imbalan apapun.'
Story begin…
Kau adalah namja populer yang banyak digandrungi yeoja ditiap
angkatan disekolah. Tak ada suatu kekurangan padamu. Bagiku, kau itu namja yang
paling sempurna yang pernah ada didunia ini. Walau sesungguhnya Tuhan lebih
sempurna darimu.
Aku hanyalah gadis biasa. Gadis dengan kacamata yang selalu
menggantung dihidungku. Aku juga tidaklah sepopuler dirimu dan tidak semenarik
gadis- gadis yang ada disekitarmu. Aku hanyalah satu diantara puluhan yeoja
disekolah yang juga menyukaimu.
Setiap jam istirahat tiba, aku selalu buru- buru untuk keluar
dari kelas dan langsung menuju kekantin. Stay ditempat biasa, hanya agar bisa
memandangimu dari jarak yang lebih dekat. Kau selalu duduk ditempat yang sama,
memesan makanan yang sama,hingga aku mulai tahu dan terbiasa dengan kebiasaanmu
itu.
“Yeon Woo, apa kau tak bosan hanya melihatnya dari sini saja?
Cepat, nyatakan perasaanmu!”
Terlalu sering temanku, mengatakan hal yang seperti ini padaku.
Mungkin hampir setiap jam mereka mengatakannya. Mereka tidak tahu, menyatakan
perasaan itu tak semudah yang mereka pikirkan. Apalagi, aku yang notabennya
adalah seorang yeoja biasa. Mana mungkin, seorang Kim Jong Woon yang populernya
bukan main itu, mau dengan yeoja sepertiku?
Bagiku, itu sangat mustahil!
*
2 Tahun berlalu, aku masih menyimpan rapat-rapat perasaanku ini
padamu tanpa berani mengungkapkannya. Dari mulai awal aku masuk ke sekolah
menengah atas tingkat pertama, hingga kini aku sudah berada di tingkat dua, dan
kau satu tingkat diatasku.
Kim Jong Woon, terlalu sering bertemu denganmu semakin membuat
perasaanku ini meluap- luap tak terkontrol. Aku rasa aku sudah benar-benar
jatuh cinta padamu. Tidak ada yang lain. Hanya kau seorang. Kau selalu
membuatku berdebar ketika tak sengaja kita saling bertatap mata dan kau tersenyum
padaku. Aku berjanji, seumur hidupku aku akan terus mengumpulkan dan mengingat
semua senyum yang pernah kau berikan padaku.
Hingga suatu saat, tak sengaja aku melihatmu yang sedang sendiri
termenung menatap kearah sungai han yang airnya berkilauan bagaikan berlian
akibat pantulan sinar matahari kala itu. Donghae, temanku yang saat itu juga
bersamaku mendorongku untuk segera menemuimu yang seorang diri itu. Dia
menyuruhku untuk lekas menyatakan perasaanku. Saat itu, aku ragu…
Tapi, belum sempat aku melakukan aksiku itu... tiba-tiba saja
seorang yeoja cantik datang padamu. Memeluk pinggangmu, mencium bibirmu, dan
kau pun dengan senang hati membalas perlakuannya itu. Kau tersenyum padanya,
tertawa bersamanya, bercanda bersamanya.
Inikah akhir penantianku?
Tepat saat itu juga aku sadar, bahwa kau bukanlah milikku~ dan
mungkin aku tak akan pernah bisa memilikimu.
Ternyata selama ini aku hanya membuang waktuku percuma, dengan
menyukai seorang namja yang ternyata sudah memiliki orang lain yang
dicintainya.
Donghae, mungkin dia merasa kasihan padaku. Dia memelukku, dan
kutumpahkan semua kekecewaanku padanya. Tapi, perlakuannya dengan mengasihaniku
seperti itu seolah malah membuatku merasa seperti yeoja yang sangat menyedihkan
didunia. Namun, apakah harus aku meratapi kesedihanku terus-menerus?
Semenjak kejadian itu, kau masih namja yang sama seperti yang
kukenal sebelum-sebelumnya. Tapi, aku bukanlah yeoja yang sama seperti waktu
itu. Semenjak kejadian itu pula, kau tahu? Aku telah berubah menjadi sosok
gadis yang memiliki goresan luka kecil yang menganga dihatiku dan hanya
memiliki sedikit harapan agar luka itu bisa sembuh. Sosok gadis yang takut
jatuh cinta dan patah hati untuk kedua kalinya.
Begitulah diriku jadinya~
***
Suatu ketika, ayah dan juga ibu mengajaku kesebuah restoran
mewah yang jarang sekali kami berkunjung kesana bersama-sama seperti ini. Ibu
juga merekomendasikan sebuah baju untuk aku kenakan sebelum pergi ketempat itu.
Semuanya terasa aneh karena jarang sekali mereka memperhatikanku seperti ini.
Kami duduk disebuah meja yang telah dipesan khusus oleh ayah.
Mejanya cukup besar, dan juga masih ada beberapa kursi yang kosong. Apa ayah
juga mengundang seseorang untuk makan bersama? Tanyaku yang ditanggapi dengan
senyuman penuh dengan kewibawaannya oleh ayah.
Tak menunggu waktu lama, seorang namja dan yeoja paruh baya
datang kemeja tempat kami berada. Ayah memberi salam kepada mereka dan
mempersilahkan mereka untuk duduk.
Obrolan singkat diantara merekapun terjadi dan membatku sedikit
jenuh.
Hingga tiba-tiba aku melihat sosok yang sangat kukenal mendekat
kearah kami. Sesosok namja dengan perawakan tinggi dan rambutnya yang hitam
pekat.
Kau, Kim Jong Woon...
Kau datang memberi salam, dan langsung duduk tepat dikursi yang
berhadapan denganku.
Wajahmu kusut, tak seperti biasa yang selalu terlihat ceria
ketika bercanda bersama teman-temanmu disekolah. Juga tak seperti ketika kau
bertemu dengan gadismu kala itu. Tak ada segaris senyumpun muncul diwajah
tampanmu. Tak seperti Jong Woon yang aku kenal. Sampai semuanya begitu
jelas ketika orang tua kita menyebutkan kata Perjodohan.
Ya, perjodohan kita…
Orang tua kita, sibuk membahas tentang rencana perjodohan
ini. Kau hanya termangu ditempatmu, begitu juga aku.
Jadi, apa karena itukah kau bersedih? Apakah kau tak
senang jika orang itu adalah aku?
Sampai saat makan bersamapun, kau hanya mengaduk-aduk mangkuk
supmu tanpa mau memakannya. Ketika tak sengaja mata kita bertemu, tiba-tiba kau
langsung beranjak dari tempatmu dan berjalan kearah tempatku duduk. Kau
menggengam lenganku dan menarikku kesuatu tempat.
“Kumohon, bisakah kau menentang perjodohan ini bersamaku? Kita
tidak saling kenal, aku juga tak memiliki perasaan apapun padamu. Aku tahu kau
juga. Maka dari itu, bantu aku untuk membatalkannya? Bagaimana?”
Kau salah Kim Jong woon. Kau salah besar jika mengatakan aku tak
memiliki perasaan khusus padamu.
Justru, perasaanku padamu malah sudah meluap-luap. Bahkan
kantung cinta dihatikupun sudah tak sanggup untuk menampungnya lagi.
Maafkan aku…
Maaf karena aku yang tak dapat menolak perjodohan ini meskipun
kau memohon padaku. Aku tak dapat menyangkal keinginan orang tua kita. Jujur
aku sangat senang, ini semua adalah keinginanku sejak dulu. Aku senang bisa
hidup bersamamu, selalu disampingmu~ walaupun ini bukan keinginanmu… sungguh
aku minta maaf.
***
1 Tahun setelah kelulusanku, kita menikah. Hari yang sangat
membahagiakan bagiku karena akan memulai kehidupan baru bersamamu. Walau kau
terlihat tak senang dengan pernikahan ini, tapi aku yakin lambat laun pasti kau
akan bisa untuk menerima semuanya. Seperti didalam drama, Cinta
akan tumbuh karena terbiasa… . Sempat aku memegang teguh ungkapan ini. Kupikir
semuanya akan berjalan dengan indah.
Tapi, sepertinya itu tak akan pernah terjadi. Kau benar-benar
tak mau denganku. Bahkan ketika menginjakkan kaki dirumah pemberian ayah saja,
kau sudah memilih untuk tidur dikamar khusus tamu dan menyuruhku untuk tetap
berada dikamar utama kita. Kamar yang setidaknya sedikit bisa mendekatkan
antara kau dan aku yang mungkin akan membuat sebuah ‘keterbiasaan’, seperti
ungkapan yang sangat aku pengang teguh itu.
Aku menuruti kata-katamu, dan membiarkanmu untuk tidur dikamar
tamu itu. Awal bahagia yang aku impikan seketika lenyap dan kembali
menjadi kesedihan yang lagi-lagi merobek luka dihatiku yang tadinya mulai
tertutup. Menangis… seperti saat itu. Tak ada yang dapat aku perbuat. Mungkin
aku adalah pengganggu untukmu. Mungkin aku ini hanyalah noda kecil yang telah
menghancurkan kehidupanmu.
Benarkan Kim Jong Woon?
Setiap hari, aku sengaja bangun pagi-pagi dan memulai tugasku
sebagai seorang istri yang berbakti kepada suaminya. Menyiapkan kemeja dan
jasmu, menyetrikanya sampai benar-benar halus dan menyemprotkan sedikit
pengharum juga. Membangunkanmu, dan menyiapkan sarapan pagi untukmu. Setidaknya
aku ingin membuatmu nyaman ketika hidup bersamaku. Tapi, apa yang kau katakan
padaku?
“Kumohon, jangan seperti ini! Aku bisa melakukannya sendiri. Kau
tidak perlu mebantuku! Kau hanya perlu mengurus dirimu sendiri. Kau tidak perlu
khawatir, aku tetap akan bertanggung jawab dengan semua kebutuhanmu.”
Kim jong woon, aku bukan membantumu… tapi aku mencintaimu~
Inilah wujud rasa cintaku padamu. Tak bisakah kau mengerti? Aku
tak membutuhkan imbalan apapun, aku hanya ingin kau membalas perasaanku. Hanya
itu, Kim Jong Woon.
***
Saat itu, hujan turun cukup deras. Suara petirpun menggelegar
saling bersahutan. Malam sudah sangat larut, tapi kau belum juga pulang. Apakah
terjadi sesuatu padamu? Kucoba menghubungimu, tapi ponselmu sama sekali tidak
aktif. Karena khawatir, aku menelepon ibumu berharap kau ada disana. Tapi,
tidak! Kau tidak ada disana.
Hingga akhirnya...
Aku meminta bantuan Donghae. Tak membutuhkan waktu
lama untuk menunggu, dia langsung datang dengan mobil audynya begitu aku
telepon.
“Apa yang terjadi?”
Rautnya terlihat begitu cemas. Aku memintannya
mengantarku, untuk berkeliling mencarimu. Namun belum sempat kami mencarimu,
sebuah mobil Renault Samsung SM5milikmu, berhenti tepat didepan mobil
donghae yang siap laju. Tak berapa lama, seorang yeoja keluar dari bangku
kemudi mobilmu dan berjalan kesisi pintu yang satunya.
“Jong woon?”
Buru-buru aku keluar dari mobil donghae tak kala kulihat yeoja
itu memapahmu keluar dari mobil dalam keadaan mabuk.
***
“Tch, apa kau tak bisa mengurusnya dengan baik? Kau sudah
merebut jong woon dariku, dan sekarang begitu kau mendapatkan yang seharusnya
menjadi milikku, kau malah tak bisa menjagannya. Dasar wanita tak beguna! Jika
tak bisa membuatnya bahagia, seharusnya kau tidak menerima perjodohan itu!!!”
“Kau tahu, dia itu tak pernah mencintaimu! Dia benar-benar tak
tahan harus hidup dengan wanita yang sama sekali tak dicintainya! kau
benar-benar wanita egois. Memikirkan perasaan sendiri dan merugikan nasib orang
lain!”
Apa semua itu benar Kim Jong woon? Semua yang dia katakan? Apa
benar begitu? Kau menderita jika hidup bersamaku? Seketika aku benar-benar
hancur tatkala mendengar pengakuan dari wanita itu, wanita yang seharusnya kau
menikahinya jika tidak ada perjodohan ini.
Egois, yah~ aku pikir begitu. Aku bahkan terlalu egois karena
rasa cintaku padamu. Terkadang demi cintanya manusia bisa saja merenggut hak
orang lain. Dan itulah kesalahan besar yang aku perbuat. Aku sadar akan hal
itu. Yang aku inginkan hanyalah kebahagiaan, kau dan juga aku. Tapi, aku malah
menghancurkan keduanya. Maafkan aku,
***
“Menangislah! Jangan sok kuat! Tidak apa-apa jika kau tunjukkan
kelemahanmu itu padaku. Menangislah! Setidaknya itu akan membuat bebanmu
sedikit berkurang!”
“Lee Donghae, aku salahkan? Ini semua salahku! Tidak seharusnya
aku egois seperti ini. Aku memang salah!”
“Berhenti menyalahkan dirimu sendiri! Ini semua bukan salahmu.
Kau berbuat biginikan karena kau mencintainya, cinta itu milikmu. Kau boleh
melakukan apapun terhadap cinta dan tidak ada yang berhak melarangmu. Akupun
bisa berbuat sepertimu, jika aku mau!”
Hanya menangis, tak ada yang dapat kulakukan kecuali menangis.
Hanya dekapan Lee Donghae yang bisa sedikit membuatku tenang, yang merubah
semua kelemahan dan ketakutanku menjadi sebuah ketegaran.
***
Kupapah kau kedalam kamar, bukan dikamar tamu tempat biasa kau
tidur, tapi dikamar kita. Tempat dimana seharusnya kau berada. Membuka
sepatumu, melonggarkan dasimu, menyiapkan air hangat untuk membasuh tubuhmu dan
menggantikan bajumu yang basah karena hujan. Kulakukan semuanya bukan demi
menebus kesalahanku, tapi karena ini memang kewajibanku. Memang sudah tanggung
jawabku untuk mengurusmu. Bukan karena aku membutuhkan imbalan nantinya, aku
melakukan ini semua karena inilah wujud cintaku padamu.
Kubasuh setiap lekuk diwajahmu, dahimu, matamu yang terpejam,
hidungmu yang mancung, dagumu, hingga lehermu. Tak akan kulewatkan walaupun
hanya setengah milipun. Tanganmu, tubuhmu, hingga ujung kakimu... .
“Terima kasih. Terima kasih untuk semua yang telah kau berikan
padaku. Berkat kau, aku tahu banyak tentang apa itu cinta, apa itu
kebahagiaan, apa itu kesedihan, sakit, keegoisan, dan tanggung jawab. Aku
merasa bahagia karena aku mencintaimu, aku merasakan kesedihan juga karena
betapa sulitnya mendapatkan cintamu, aku merasakan sakit saat melihatmu menderita
akibat keegoisanku. Semuanya kau berikan padaku secara bertahap dan kini aku
mulai mengerti… bahwa aku tak bisa memaksamu untuk mencintaiku.”
“Tuhan memang telah menuliskan cerita tentang kisah cintaku. Aku
juga sudah menjalankan semuanya sesuai scenario dan kemampuanku. Semua hal
telah aku lakukan, kecuali satu... merelakan cinta itu pergi. Aku belum
melakukannya.”
“… kau tak perlu khawatir, aku akan bertanggung jawab dengan
semua yang telah kuperbuat. Akan kuselesaikan semua cerita cinta ini. Tapi
bukan sekarang, biar nanti Tuhan yang menentukan bagaimana akhirnya… Cinta
pertamaku~”
Kukaitkan tiap kancing baju yang barusaja aku kenakan padamu.
Kukeringkan rambutmu yang basah dan sedikit merapihkannya. Kuselimuti tubuhmu
dengan selimut tebal. Aku tak ingin angin malam seenaknya menerobos masuk dan
menyentuh kulitmu. Dan ada satu hal lagi yang sangat ingin kulakukan… .
“Kim Jong Woon….”
‘Ijinkan aku menciummu, kali ini saja…’ .
***
Ketika menejelang pagi, aku terbangun karena matahari yang sudah
menjumbul keluar dan membiaskan cahaya melalui kaca jendela kamar kita yang
sudah terbuka. Kudapati kau yang sudah tidak ada disampingku. Dan kusadari,
selimut tebal yang semalam kupakaikan padamu, kini sudah melilit ditubuhku.
Apa kau yang memakaikannya?
Hal kecil yang menjadi sebuah tanda tanya besar yang
sampai saat inipun masih ada didalam otakku.
Aku beringsut dari tempat tidur dan keluar kamar untuk
menyiapkan sarapan seperti biasa. Kudapati dirimu yang tengah memakai dasi dan
bersiap untuk berangkat kekantor. Kuhampiri dirimu dan mencoba menawarkan
bantuan untuk memasangkan dasimu. Tapi seperti biasa, kau selalu saja menolak
bantuanku. Lalu kusodorkan segelas susu yang baru saja aku buat untukmu yang
mungkin bisa membuat keadaanmu lebih baik. Namun, lagi-lagi kau menolaknya.
“Sebaiknya, kau sarapan dulu. Aku sudah membuatkan pancake
untukmu... ."
Tapi, apa jawabanmu untukku?
“Tidak! Kau saja yang makan, aku bisa sarapan dikantor nanti.”
Dingin,
Taukah? Walaupun kalimat tersebut sangat sederhana, tapi entah
kenapa hatiku begitu sakit tiap kali kau mengatakannya. Ya, tiap kali~ selalu
begini.
Kim jong woon, apa kau begitu membenciku? Tak bisakah kau
berbuat sedikit lebih baik padaku, walaupun hanya sekali? Aku tahu, ini semua
memang salahku yang secara tidak langsung telah membuatmu tak mempunyai sebuah
pilihan lain selain menikah denganku. Tapi, haruskah seperti ini?
Ini sudah 2 bulan. kenapa sikapmu sama sekali tidak
berubah menjadi sedikit lebih baik padaku?
Kukira, semuanya tak akan jadi seperti ini. Seperti
cerita-cerita dalam fanfiction, novel, atau drama, awalnya aku mengira akan
seperti itu kisahnya. Berakhir dengan kau yang seharusnya mulai terbiasa dengan
kehidupan ini, dan akhirnya kita hidup bahagia karena saling mencintai.
Tapi nyatanya tidak! Dikehidupan nyata,ternyata tidak ada
hal yang seperti itu. Mustahil!
Semuanya palsu!
Kau berbalik seraya mengambil jas serta kontak mobilmu dimeja,
hendak keluar dan segera berangkat menuju kekantor . Sebelum akhirnya, aku
berlari dan memelukmu dari belakang.
Kau terdiam atas perlakuanku yang terjadi secara mendadak itu,
bahkan akupun sempat tak sadar dengan apa yang aku lakukan. Tak ada kata yang
terucap dari mu, begitu juga aku. Sempat, kau berusaha melepaskan pelukan
tanganku pada pinggangmu. Namun, tak kuijinkan kau untuk melepasnya. Bukan
karena aku yang tak memperbolehkanmu untuk pergi, hanya saja... aku tak mau kau
melihatku yang sedang menangis saat itu dibelakangmu. Walaupun aku tahu, kau
pasti juga tak akan peduli.
“…tak bisakah kau perlakukan aku selayaknya istrimu?”
Hanya itu, hanya kata itu yang mampu terucap dari mulutku. Yang
aku inginkan hanyalah itu. Hidup bahagia seperti yeoja yang lainnya. Memiliki
suami yang sangat dicintai dan juga mencintaiku. Saling berbagi, dan memiliki.
Kebahagian yang sangat aku harapkan terjadi padaku. Apa kau bisa mengabulkan
permohonan kecilku?
Kau hanya diam tak menjawab pertanyaanku. Detik berikutnya, kau
melepaskan pelukanku pada pinggangmu yang mulai melemah. Tak ada kata ataupun
jawaban untuk pertanyaan yang aku ajukan padamu. Seolah tak terjadi apa-apa,
kau langsung saja pergi tanpa mau menoleh ataupun mengucapkan sepatah katapun
padaku yang masih diambang pertanyaan.
***
Malam itu, malam dimana kau dan juga aku diminta untuk
menghadiri acara yang khusus diselenggarakan untuk perayaan ulang tahun
perusahaan ayah. Kau terlihat tampan dengan balutan kemeja biru muda serta jas
hitam yang kau kenakan. Dengan senyum kecil penuh dengan wibawa, kau berdiri
didepan sana seraya melontarkan kata-kata sambutan. Semua orang yang menghadiri
acara itupun terdengar berbisik-bisik memujimu.
Diakhir sambutanmu, semua orang memberi tepuk tangan dan
mengelu-elukanmu.
Kau berjalan dengan tenang kearahku yang sedari tadi hanya mampu
berdiri memandangimu ditengah kerumunan para tamu undangan. Kau mulai menyambar
tanganku dan mengaitkannya dilenganmu kemudian mengajakku berkeliling seraya
berinteraksi dengan para tamu. Aku cukup bahagia karena dihadapan mereka semua
dengan bangga kau memperkenalkanku sebagai istrimu.
Seperti mimpi. Ini untuk pertama kalinya, aku benar-benar merasa
kau adalah suamiku dan aku adalah istrimu.
Namun, semuanya berakhir tak kala ponselmu berdering. Dalam
hitungan detik, wajahmu terlihat berubah panik. Kau melepaskan gandenganku pada
lenganmu dan pergi tanpa kata meninggalkanku sendirian ditengah kerumunan
banyak orang.
“Yeon woo! Kau dimana sekarang? Kalian sedang tidak ada masalah
kan?”
Eun Mi, temanku. Dia meneleponku saat itu. Saat ketika belum
lama kau pergi meninggalkanku. Dia bilang, dia melihatmu bersama dengan
seseorang di Sebuah Café. Seorang yeoja, yeoja yang kau cintai. Yeoja yang
pernah aku bilang belahan jiwamu. Kekasihmu yang sesungguhnya.
Terluka? Ya~ tentu saja terluka. Luka lama yang belum pernah
sembuh, kini malah semakin parah saja. Terkadang aku ingin sekali tidak
mengetahui hal-hal seperti ini, lebih baik aku tidak mengetahuinya. Sungguh!
Aku lebih memilih tidak tahu dan tidak mau tahu tentang hubunganmu dengan yeoja
itu yang ternyata masih berlanjut sampai sekarang. Ini semakin menambah goresan
luka dihatiku saja karena aku sadar, memang sudah tak ada tempat khusus
lagi untukku dihatimu.
*
Hanya disini, ditempat ini yang saat itu ada dipikiranku. Tempat
dimana ramai penuh sesak dengan orang-orang yang sedang frustasi
sepertiku. Satu persatu gelas yang penuh dengan alcohol kuteguk dengan sekali
tarikan nafas. Yah, mungkin aku sudah gila. Memang tidak seharusnya
seorang yeoja sepertiku berpikiran dangkal seperti ini. Melampiaskan semua
masalah dengan meneguk alkohol apakah akan menyelesaikan masalah?
Tidak! Aku tahu itu, Tapi aku harus apa? Aku harus bagaimana?
Aku harus melakukan apa? Aku harus lari kemana? Kepada siapa?
Tidak mungkin kan, aku mengadu kepada Orang tuaku. Itu hanya
akan menyusahkan mereka. Aku tidak ingin membuat mereka terluka dengan
mengetahui kehidupan pernikahaku yang tak sesuai dengan apa yang mereka
pikirkan dan harapkan. Tidak bisa!
***
“Ya Tuhan~ Yeon Woo! Kau sudah gila??? Apa yang kau lakukan
disini, eoh?? Ayo Pulang!!!”
Lee Donghae, entah kenapa ia bisa berada disana saat itu, apa
EunMi yang menepleponnya?
Kenapa dia harus datang, kenapa selalu dia yang ada dihadapanku.
Kenapa bukan kau, Kim Jong Woon?
Dia memaksaku untuk pulang.
"Shirheo! A...aku... aku tak mau pulang. A...aku masih mau
di...sini, jangan paksa aku... ."
“Yaa, anni! Kita pulang
sekarang!”
“Lee Donghae~ jangan paksa aku... . Aku... aku tidak mau pulang.
Aku tak bisa membuatnya bahagia... aku tak bisa membuatnya tersenyum… tertawa…
aku… aku ini hanya beban yang ditanggungkan padanya~ Dia… tidak bisa bahagia
jika hidup denganku… aku tidak mau… . Untuk apa aku pulang~ bahkan, aku yakin
dia pasti juga tak akan peduli padaku… Aku____”
“Kalau begitu, CERAI SAJA!!! Ceraikan dia dan hiduplah
denganku!”
Seberapa berat pun aku mabuk, tapi aku masih bisa mendengar
kata-kata itu. Kata-kata yang keluar dari mulut Lee Donghae.
“Kau tahu, aku mencintaimu. Sudah sejak lama aku mencintamu. Aku
benar-benar terpuruk ketika tahu kau akan menikah dengan Jong Woon, pria
idamanmu itu. Aku tahu kau sangat mencintainya, jadi aku berusaha untuk
merelakanmu menikah dengannya. Kupikir, kau akan bahagia. Tapi, nyatanya selalu
saja ada air mata yang keluar seperti dulu sebelum kau benar-benar memilikinya.
Apakah itu bisa dibilang bahagia? Apa kau bahagia hidup dengan pria yang sama
sekali tak menganggapmu, ha? Ya, memang kau telah berhasil mendapatkan
priamu! Tapi apa gunanya jika kau tak mampu memiliki hatinya? Buat apa kau
terus mempertahankannya Lee yeon woo???”
Kata-kata Lee donghae, yang terus mengiang ditelingaku.
Didalam mobil, tak ada kata yang keluar dari mulut kami. Hanya
diam,yang terdengar hanyalah alunan sebuah lagu balad yang
mengiringi perjalanan kami.
***
Sebuah kecupan hangat mendarat lembut dikeningku. Sebuah
kecupan perpisahan yang donghae berikan padaku sebelum akhirnya ia pergi dan
menghilang ditelan gelapnya malam yang sudah benar-benar larut.
Kujejakkan kakiku kedalam rumah yang memang selalu sepi, seperti
tak berpenghuni. Sedikit pusing. Mungkin, karena pengaruh alkohol yang belum
hilang. Satu-persatu ruangan aku lewati, benar-benar tak ada suara kecuali
pijakan kakiku pada lantai kayu .
Namun, langkahku terhenti ketika kulihat kau yang tertidur pulas
diatas sofa. Masih dengan pakaian yang sama, kemeja berwarna biru muda yang kau
kenakan tadi. Kuhampiri dirimu, kau terlihat berantakan dengan rambutmu yang
acak-acakan dan peluh yang memenuhi pelipismu.
“Kau kenapa?”
Perlahan, kuusap keringat yang ada diwajahmu. Kulepaskan dasi
yang masih melilit dilehermu, dan kucopot sepatu yang masih setia terpasang
dikedua kakimu. Kuambil selimut tebal yang ada dikamarmu dan kuselimuti
tubuhmu.Tidurlah yang nyenyak suamiku~
***
Sore itu, ketika aku sendirian dirumah dan sedang menanti ke
pulanganmu. Tiba-tiba saja bel electric dirumah kita berbunyi. Saat kubuka, dia
muncul...
Wanita itu, kekasihmu. Shin hee. Dengan geramnya dan tanpa
aba-aba, dia menamparku. Aku sungguh tak tahu alasan apa yang membuatnya datang
dan tiba-tiba menamparku. Dia melampiaskan semua kekesalannya padaku. Menarik
rambutku dan berulang kali memukuliku.
Dia bilang aku ini adalah pengganggu hubungan kalian. Dia bilang
berkali-kali, kalau kau begitu menderita hidup denganku, kalaukau tak
mencintaiku, kalau kau begitu muak denganku dan dia menyuruhku untuk segera
menceraikanmu.
Kim Jong woon, apakah karena ini alasanmu kemarin menemuinya?
Mengadu padanya, kalau kau benar-benar sudah tidak tahan hidup denganku?kau
muak denganku?
“Kim Jong Woon, bolehkah aku bertanya sesuatu hal padamu?”
Saat itu, kuberanikan diri untuk menanyakan sesuatu padamu.
Sesuatu yang pertanyaan yang sebenarnya sangat aku hindari, karena ku tak ingin
mengetahui jawaban menyakitkan yang pasti akan terlontar dari mulutmu
itu.
“Apa kau bahagia dengan pernikahan ini?”
Sekilas, kau memandangku. Terlihat raut shock diwajahmu
ketika kutanyakan hal itu. Namun sebentar, kau kembali mengalihkan pandanganmu
pada layar laptop yang sedari tadi menyala.
“Untuk apa kau menanyakannya?”
Dengan nada dingin, kau malah balik bertanya padaku. Sempat aku
terdiam atas pertanyaanmu. Aku hanya ingin memastikan. Jawaban
singkat yang keluar dari mulutku. Yang kau balas ketus dengan jawabanmu.
“Kau tak perlu tahu~”
Aku perlu tahu Kim Jong Woon, aku perlu! Bahkan sangat
memerlukan jawabanmu. Bagaimana bisa aku membuat keputusan jika kau terus
bungkam? Aku hanya ingin kau bahagia mulai sekarang? Aku tak ingin membuatmu
terus-terusan susah dan hidup penuh dengan kepalsuian seperti ini, denganku. Hanya
itu... .
Biarkan aku tahu, apa yang kau rasakan. Jika memang ini yang
terbaik, seperti kata wanita itu… jika kau lebih bahagia bersamanya, aku rela
melepasmu. Karena aku tahu, semua orang membutuhkan cinta dan juga kebahagiaan.
***
_AUTHOR POV_
Jong Woon menginjakkan kakinya masuk kedalam rumah yang sudah
kurang lebih 3 bulan ini ia tinggali bersama dengan Yeon woo. Terlihat sangat
sepi.
Diedarkannya pandangannya keseluruh ruangan berharap menemukan
sosok yang selalu setia menyambut kedatangannya ketika pulang.
Sambil melonggarkan dasinya, ia menoleh keberbagai sudut dari
tempat ia berdiri.
“Kemana dia?” gumamnya pelan sangat
berharap sosok wanitanya itu muncul.
Ia kembali berjalan, melangkah menuju kearah dapur, hendak
minum. Dibukanya kulkas duapintu yang selama ini menjadi penghuni tetap
didapur. Diambilnya sebotol minuman yang berisi penuh dengan air dingin.
Diteguknya habis air itu. Namun, sosok wanitanya belum terlihat juga.
Ia kembali berjalan menuju kemeja makan. Dibukanya tudung saji
yang ada disana, dan terpampanglah beberapa jenis masakan kesukaannya
yang sengaja telah disiapkan untuknya.
Didudukinya kursi yang ada disitu. Ia mengambil sendok sup dan
mencicipi masakan yeon woo yang selama ini belum pernah ia jamah.
Ah! Tidak! Bukan tidak pernah! Tapi selalu~
Ya, selalu… . Tanpa sepengetahuan Yeon Woo, Jong Woon selalu
memakan masakannya walaupun sengaja tak pernah ia habiskan karena terlalu
gengsi jika yeon woo tahu bahwa ia telah memakan masakan istrinya itu.
Namun, kegiatannya itu terhenti tatkala ia melihat secarik
kertas dan amplop yang ada diatas meja didekatnya.
Diambinya kertas itu, disitu terpampang pesan singkat yeon woo
untuk dirinya… .
_Note_
Dulu, tepatnya beberapa tahun yang lalu, ketika aku baru saja
masuk di Sekolah Menengah Atas. Aku melihat seorang namja tengil, berwajah
tampan. Sunbaeku.
Sejak pertama melihatnya, entah kenapa aku sudah menyukainya.
Cara dia berbicara, cara dia tertawa, tersenyum, semuanya. Aku suka, sangat
suka.
Setiap hari, tanpa ia tahu aku selalu mengamati tiap hal yang ia
lakukan disekolah. yah~ mungkin jika diistilahkan, aku ini seperti seorang
penguntit. Aku tahu berbagai hal tentangnya, kebiasaannya, kesukaannya~
Sampai kurang lebih 2 tahun sudah, aku memendam perasaan khusus
padanya tanpa berani mengutarakan.
Namun, suatu ketika…tak sengaja aku melihatnya berjalan bersama
seorang yeoja. Dia tersenyum padanya, tertawa bersamanya, bercanda… Kau tahu
maksudku?
Yah~ aku patah hati kala itu. Aku sadar, ternyata dia adalah
pria yang sudah memiliki seorang yeoja.
Tapi, Tuhan berkehendak lain dan malah mempertemukanku padanya
dalam ikatan perjodohan. Yah kami menikah! Saat itu, aku senang karena Tuhan
mengabulkan keinginan terbesarku. Aku kira, kami akan bahagia dengan pernikahan
ini nantinya. Namun ternyata aku salah, aku salah karena bahagia sebelum
cerita yang sesungguhnya dimulai. Dia tak suka padaku. Dia selalu bersikap
dingin padaku, dia tak tahan hidup terikat bersamaku….
-----------
Emm, Oppa... maaf .
Karena keegoisanku, kau malah jadi harus menikah dengan wanita
sepertiku. Maafkan aku, gara-gara aku juga kau harus putus dengan Shin hee.
Menyebalkan bukan, harus hidup denganku? Wanita yang tidak pernah kau harapkan
untuk jadi istrimu!
Terima kasih untuk semuanya. Terima kasih karena kau telah
mengijinkanku untuk memilikimu sedikit lebih lama. Terima kasih karena kau
telah mau bersabar hidup denganku. Mungkin sekarang, sudah saatnya aku untuk
membalas semuanya. Sudah saatnya aku untuk melepasmu dari kesengsaraan ini. Kau
boleh menceraikanku… aku tidak apa-apa. Kau tinggal lengkapi saja surat
perceraiannya. Kemudian, kau bisa menyuruh orang untuk mengirimkannya ke alamat
yang aku tuliskan dikertas kecil yang ada di amplop.
Oh iya, maaf karena aku tak bisa menyambut kedatanganmu hari
ini. Maafkan aku, karena aku pergi tak bilang-bilang padamu. Aku hanya takut,
jika melihatmu nanti malah membuatku semakin tak bisa melepasmu… maaf!
Hiduplah bahagia dengan Shin hee, aku merestui kalian. Akan
lebih senang jika aku dapat melihatmu berbahagia~
Makanlah yang kenyang suamiku, Aku mencintaimu~♥
Istrimu,
Yeon Woo.
Jong woon bergetar tatkala membaca tulisan tangan yang telah
dibuat oleh istrinya itu. Tak kuasa, ia menahan tangisnya. Diremasnya kertas
itu kuat-kuat dan dibuang begitu saja. Kemudian diambilnya amplop putih yang
ada disitu, tanpa mau membukannya langsung saja ia merobek amplop itu
menjadi 2 bagian.
‘Ting’
Sesuatu berwarna perak dan bulat jatuh dari sana dan
menggelinding lalu berhenti tepat dikaki Jong Woon.
Diambilnya benda kecil itu,
Seketika air matanya meluncur dengan deras tak terkendali…
‘Cincin pernikahan Yeon Woo’ dan masih terukir jelas nama Jong
woon disana.
“Kau salah! Kau salah besar Lee Yeon Woo~”
Ucap jong woon sambil menggengam erat cincin itu.
***
Ditempat lain, sesosok yeoja dan namja tengah berdiri memandangi
hamparan laut yang berkilauan bagai kristal karena terkena cahaya bulan dimalam
hari. Wanita itu duduk sambil memeluk erat kedua lututnya. Matanya masih lurus
memandang kedepan.
“Lee Donghae, bawa aku pergi! Kumohon… bawa aku pergi ketempat
yang jauh bersamamu~”
Ucap yeoja itu lirih diesertai buliran air mata yang hangat
meluncur dari kedua sudut matanya.
Direngkuhnya tubuh yeoja itu, mencoba membagi sebuah kekuatan
yang ia miliki untuknya.
“Ne~” jawabnya seraya tersenyum simpul.
=THE END=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar