Minggu, 01 Februari 2015

Prolog-

Menahan air mata merupakan hal yang sangat sulit dilakukan, terutama bagi wanita seperti ku. Wanita yang hanya bisa mengeluarkan kata-kata kotor kepada laki-laki yang jelas-jelas ia miliki dan sangat ia pertahankan. Wanita yang selalu saja membuat kekasihnya dihadapkan dengan sebuah perasaan yang hanya akan membuatnya merasa sakit. Wanita yang selalu saja tak mampu mengendalikan perasaan yang ada dalam dirinya. Ia selalu saja menghadapkan prianya dengan sifat ketidak dewasaannya. Wanita yang tak pernah melihat kebenaran prianya selama ini. Hanya saja, ini pertama kalinya untuk wanita seperti diriku. Memilikinya. Dia yang begitu nyata dan dia benar-benar milikku. Sebelumnya, aku memang pernah menjalin sebuah hubungan, tapi itu sungguh berbeda dan juga saat itu, aku hanyalah diriku dengan ketidaktahuanku.
Dan 2 tahun yang lalu, aku seperti melihat sosok yang tak pernah aku harapkan sebelumnya dan membuatnya masuk ke dalam kehidupanku. Lebih dari sekedar masuk, ia bagai penghuni yang terus berada dalam kehidupanku. Dan lagi, lebih dari sekedar penghuni, ia bahkan terlalu cepat untuk membuat sesuatu yang kokoh, sangat kokoh. Sesuatu yang ku lihat itu adalah kepercayaan. Entah, kepercayaan tentang apa aku juga tak pernah tahu. Mungkin, dapat dikatakan kepercayaan seorang wanita kepada laki-lakinya bahwa ia lah yang mampu membawa wanitanya ke dalam kebahagiaan dalam kehidupannya kelak dan juga seterusnya. Bagi wanita sepertiku, hal seperti ini belum pernah aku merasakanya, ini begitu nyata tapi belum tentu kenyataan itu berakhir seperti kenyataan yang aku harapkan.
Memang, ia mempunyai beberapa hal yang aku benci dan juga tak seperti yang ku harapkan. Aku berusaha menyingkirkan hal tersebut dan menghargai apa yang ada pada dirinya. Tapi, mengapa begitu sulit untuk memaksakan bahwa aku tidak apa-apa ketika hal yang aku benci itu terjadi? Bahkan di saat ia berusaha untuk tidak melakukannya, mataku selalu tertutup dengan perbuatannya dengan kesalahannya yang dulu, meskipun dalam hati aku tau bahwa ia selalu berusaha untukku.
Terkadang, ah bahkan sering, aku selalu menyangkal atas apa yang telah aku dapatkan. Selalu mencari ketidakpuasan dan kemudian menyalahkannya atas apa yang ia perbuat padaku. Selalu mengutamakan rasa kecewa tanpa memperdulikan usahanya terhadap diriku. Lebih dari sekedar itu aja, bahkan aku mampu berkata kotor terhadapnya yang begitu aku pertahankan. Wanita macam apa yang mati-matian mempertahankan laki-lakinya hanya untuk diberi banyak kekecewaan? Bukankah itu wanita yang tidak tahu diri? Menemukan seseorang yang begitu mampu memahamimu tapi kamu selalu menyangkal dan mencari kesalahan serta ketidakpuasan atas apa yang ia berikan kepadamu? Berkata bahwa kamu telah memberikan segalanya dan menyalahkan bahwa ia tak pernah berusaha untukmu?
Mengapa wanita bodoh sepertiku masih saja dipertahankan? Apa yang bisa diharapkan dari wanita sepertiku? Bukankah ia sudah muak dengan kelakuanku?  Apakah ia tidak takut aku hanya akan membawanya dalam sebuah permasalahan yang seharusnya tak dipermasalahkan? Aku bahkan tidak pernah malu atas sikapku yang bahkan tidak seharusnya sering ku tunjukkan di usia ku yang sekarang ini.  
Apakah aku terlalu menaruh harapan yang begitu tinggi padanya?
Satu hal yang selalu aku ingat darinya, ia mengatakan bahwa aku wanita yang kuat. Tidakkah ia begitu lucu? Mengatakan hal seperti itu padahal ia sendiri tahu yang aku lakukan hanyalah membuat masalah dan kemudian menangis, menangis, dan menangis. Ah, sampai-sampai ia muak dengan sikapku.
Mengapa aku begitu mudah membiarkan air matamu selalu lolos dari pertahanannya? Membuat waktu mu penuh dengan kesedihan hanya karena laki-laki yang belum tentu ia menjadi milikmu kelak? Membuat dirimu seolah-olah kamu sedang berada dalam drama yang begitu menyedihkan?
Aku, aku saja tak mampu menjawabnya. Hanya saja, dialah yang pertama. Dia yang pertama yang membuatku seperti ini. Sebelumnya aku, tidak pernah menemukan seseorang yang mampu membuatku melihat seperti apa diriku. Dia, dia mampu melakukannya.

Tapi, aku selalu saja membuatnya menghadapi kekecewaan yang selalu ku perbuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar